Anak kecil yg baru bangun dari tidur siangnya, wajahnya lugu
sepertinya emosi sudah hilang dari raganya. Sedikit bingung dia menyambar
temannya yg sedang asik bermain. Sebuah permainan masa kecil mereka yg nanti
pun akan punah oleh waktu.
Anak itu masih malu-malu untuk memulai, hal yg mengasyikan
ini namun aneh bagi orang dewasa.
“ayo sini, kita main”
Dengan wajah yg sumingrah dia pun menghampiri segerombolan
geng yg sangat amat menghargai hidupnya.
“kita akan main ini saja, tapi jangan ada yg sirik yah yg
sirik bubar”
Sebuah permainan yg tak asing bagi dunia anak dan orang
dewasa telah dipilih mereka, kaki kecil mereka
mulai berlari ke posisi
masing-masing, membentuk sebuah formasi yg amat sangat indah, layaknya formasi
burung kecil yg sedang bermigrasi menuju tempat yg lebih hangat.
Benda bulat itu adalah target mereka, mau tidak mau mereka
harus memasukannya ke sebuah tiang yg membentuk persegi.
Keringat itu bercucuran, deras dari pori-pori kulit mereka.
Terdengar keras sekali nafas mereka yg sepertinya sedang berpacu layaknya
jantung mereka yg berdetak lebih cepat dari saat mereka hanya duduk di bangku
sekolah.
Seketika tiga hingga empat puluh lima menit mereka asyik
dengan kebahagiaan itu dan sedikit gumalan kecil teman satu team yg kecewa,
mereka pun menyudahkan permainan itu.
Dibawah langit senja pukul lima menuju enam sore, mereka
melihat langit penuh dengan gelora merah sang senja itu sendiri. Bercita-cita,
bermimpi, tertawa bersama. Walau ada yg berbeda tapi mereka selalu tetap
menghormati.
Seketika waktu berputar dan mereka tak mampu menyadarinya,
tumbuh lah buah jakun di tenggorokannya memaksa suaranya lebih besar dan tubuh
mereka pun berubah muncul bercak-bercak kecil di wajah ketika mereka menyukai
sesosok wanita idaman, itu jerawat!
Tapi langit senja sore itu pun masih sama namun berbeda
waktu dan masa, mereka ingin sekali menjadikan senja itu sebuah acuan untuk
bahagia bersama sama seperti waktu mereka masih kecil dahulu.
Sedangkan anak lugu yg baru bangun tidur siang tadi sudah
mendahului temannya dia kini tidur dan tak akan kembali lagi, jiwanya mendoakan
teman kecilnya dari atas sana melirik tawa kecil temannya dari kesibukannya
melalui lubang gelora merah sang senja. Tempat bersandingnya untuk selamanya
itu pun kini ramai bunga dari teman serta orang yg mencintainya hingga mereka
bersama kembali.
Setidaknya anak itu sudah
merasakan kebahagiaannya, lalu ia bersyukur pergi tenang mendahuli teman
kecilnya. Bahagia bagi dia itu sangat sederhana, seperti kamu menyakini tuhan
mu dan semua ciptaannya termasuk bahagia dan sedih.
Kamu? Sudah? Galaunya sudah
belum?